Jumat, 12 November 2010

TUKANG KAYU

Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah
perusahaan kontruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut
kepada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan
kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia
merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya
dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja
terbaiknya. Ia lalu memohon pada si tukang kayu tersebut untuk
membuatkan sebuah rumah untuk miliknya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan
itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti.
Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan
proyek itu. Ia Cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya.

Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah
baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri karirnya dengan prestasi yang
tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahan itu datang melihat rumah yang dimintainya, ia
menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. ?Ini adalah rumahmu?
katanya ?hadiah dari kami?. Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa
malu dan menyesal. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya
mengerjakan rumah untuk dirinya, ia tentu akan mengerjakannya dengan
cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang
tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Itulah yang terjadi dalam kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita
yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih
berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada
bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik.
Pada akhir perjalanan, kita terkejut saat melihat apa yang telah kita
lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita
ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadari sejak semula, kita akan
menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkanlah rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul
paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan
rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali
saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam
satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan.

Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi. Hidup kita esok adalah
akibat dari sikap dan pilihan yang kita perbuat di hari ini. Hari
perhitungan adalah milik Tuhan, bukan kita, karenanya pastikan kita pun
akan masuk dalam barisan kemenangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar